Monday, 10 October 2016

Landasan untuk Budaya Pariwisata Bali

 Bali, memang memiliki alam Pulau Dewata yang laris dijual kepada wisatawan. Namun yang penting dalam kemajuan Bali di bidang pariwisata, yang menjadikannya begitu terkenal di jagat raya, sangat menggoda bangsa asing untuk menginjakkan kaki di sana, adalah sikap dan prilaku masyarakatnya yang kental dengan budaya pariwisata. Apapun yang dilakukan mereka dipersembahkan untuk orang lain, untuk kaum wisatawan.

Itu, jelas kentara dari upacara-upacara keagamaan yang bertujuan agar alam Pulau Bali, Pantai Kuta, Pantai Sanur, Budugul, Karang Asem, serta kegiatan dan kerajinan tangan masyarakatnya diberkahi oleh Hyang Widi dan disukai oleh dunia. Sampai murid-murid SD di sana, dengan sukarela sepulang sekolah memungut sampah dari kali dan sungai. Ketika ditanya, mereka menjawab, “Sampah-sampah ini bisa menyebabkan banjir, Pak. Kami berdosa kalau dibiarkan terbawa arus air”. 

Majunya Bali di dunia pariwisata, selain tatanan sosial masyarakatnya lebih teratur, tertib, taat beragama, lingkungan alamnya indah dan asri, juga didukung oleh pelayanan aparat pemerintah yang lebih baik ketimbang daerah lain. Sehingga pada tahun 1998, rata-rata penduduk Kota Denpasar sudah berada di level KS-3. Artinya, pada waktu itu taraf hidup mereka sudah sangat sejahtera.

Berarti, budaya pariwisata di tengah masyarakat sangat bergantung pada tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Sangat tidak mungkin budaya ini tertanam dalam jiwa, mengurat-mengakar dalam kehidupan sosial, jika masyarakatnya belum menikmati kesejahteraan. Sebab, kemiskinan acapkali menjadi faktor paling dominan terhadap gangguan Kantibmas, memicu tindak kriminalitas, meningkatkan jumlah pelaku kejahatan, yang akhirnya suasana kota tidak kondusif untuk dunia pariwisata. 

Memasyarakatkan budaya pariwisata memang bukan perkara mudah. Sebab, selain harus tumbuh dari masyarakat setelah kehidupannya terbilang sejahtera, juga perlu ada political will atau kemauan dan kerja keras pihak pemerintah ke arah itu. Pembinaan kepada masyarakat agar berbudaya pariwisata, bersikap welcome, memberi dan menyiapkan ruang kepada wisatawan, perlu dilakukan oleh pemerintah   dengan terlebih dulu menyukseskan program peningkatan kesejahteraan. 

Dengan meningkatnya kesejahteraan, masyarakat tidak akan hanya sebagai obyek, tetapi sekaligus bakal menjadi subyek dalam upaya memasyarakatkan budaya pariwisata. Masyarakat sendirilah yang nanti merasa berkepentingan, karena tumbuh kesadarannya bahwa keberhasilan program ini adalah demi mereka sendiri, untuk kehidupan yang lebih baik, bukan semata-mata untuk pemerintah.

Sesungguhnya, Pemerintah telah memiliki modal dasar yang sangat berharga untuk menyukseskan budaya pariwisata, Jika rata-rata warga di kota ini meningkat pendidikannya, kemudian meningkat pula kesehatannya, sudah menikmati kemakmuran yang akhirnya bersama-sama menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik, berkesempatan mengekspresikan diri atau mengapresiasi seni dan budaya, menjadikan olahraga sebagai bagian hidupnya dan taat menjalankan agama, maka di depan wisatawan akan dengan tulus menunjukkan sikap someah, ramah, berpenampilan rapih, meyakinkan dan penuh percaya diri. 

Selain membangun karakter warga yang positif, pelaksanaan 7 Program Prioritas yang disertai kebijakan-kebijakan riil ke arah itu akan menghasilkan pembangunan fisik berupa penyediaan infrastuktur, sarana-prasarana dan berbagai fasilitas lain untuk menyukseskan Bali di bidang pendidikan, kesehatan, kemakmuran, lingkungan hidup, seni-budaya, olahraga dan agama, yang nantinya akan menjadi magnet bagi orang-orang luar daerah berkunjung ke kota ini. 

Begitu pula bagi orang luar daerah yang perlu studi banding atau belajar cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Suatu hari nanti, Bali akan benar-benar tumbuh dan berkembang, ramai dengan pagelaran dan atraksi seni, sehingga bakal menarik perhatian dan menjadi barometer pembentukan budaya nasional. Menariknya lagi, keberhasilan Bali itu merupakan hasil karya warganya yang religius, taat beribadah, menjalankan kehidupan dengan berpegang teguh pada norma-norma agama. Mudah-mudahan harapan ini bukan sekadar harapan.

No comments:

Post a Comment